Latest Entries »

Isu Nasional sekarang baru di ramaikan tentang Buku Gurita Cikeas, kabarnya buku ini sempat di tarik dari peredaran. Tetapi persebaran buku ini sudah mulai merambah dunia maya.

Soft copy buku yang sengaja di upload di file sharing Ziddu berkapasitas file sebesar 6.890 MB juga berisi photo-photo lengkap dan tabel versi hard copynya.

Full Version Buku Membongkar Gurita Cikeas ini berisi 183 halaman dengan halaman terakhir berisi biodata Ilustrator Asnar Zacky, Sedangkan data penulis George Junus Aditjondro berada di halaman 181-182.

Jika dipelajari secara detail kemungkinan besar soft copy ini sengaja di edarkan oleh penulis, mengingat tulisan dan photo serta tabel yang ada berasal dari tangan pertama mengingat soft copy ini bukan hasil scanning. Soft Copy ini terakhir di revisi pada tanggal 29 Desember 2009 pukul 15.52.35 Wib (www.sumbawanews.com)

download buku Ketik Disini

Wahai Saudaraku yang dirahmati Allah.

Marilah kita telusuri perjalanan dakwah Abdul Fattah Abu Ismail, salah seorang murid Imam Hasan Al Banna yang selalu menjalankan tugas dakwahnya tanpa keluhan sedikitpun. Dialah yang disebutkan Hasan Al Banna orang yang sepulang dari tempatnya bekerja sudah berada di kota lain untuk memberikan ceramah kemudian berpindah tempat lagi untuk mengisi pengajian dari waktu ke waktu secara maraton. Ia selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk menunaikan amanah dakwah. Sesudah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya, ia merupakan orang yang pertama kali datang ke tempatnya bekerja. Malah, ia yang membukakan pintu gerbangnya.

Pernah ia mengalami keletihan hingga tertidur di sofa rumah Zainab Al-Ghazali. Melihat kondisi tubuhnya yang lelah dan penat itu, tuan rumah membiarkan tamunya tertidur sampai bangun. Setelah menyampaikan amanah untuk Zainab Al Ghazali, Abdul Fattah Abu Ismail pamit untuk ke kota lainnya. Karena keletihan yang dialaminya, Zainab Al Ghazali memberikan ongkos untuk naik taksi. Abdul Fattah Abu Ismail mengembalikannya sambil mengatakan, “Dakwah ini tidak akan dapat dipikul oleh orang-orang yang manja.” Zainab pun menjawab, “Saya sering ke mana-mana dengan taksi dan mobil-mobil mewah, tapi saya tetap dapat memikul dakwah ini dan saya pun tidak menjadi orang yang manja terhadap dakwah. Karena itu, pakailah ongkos ini, tubuhmu letih dan engkau memerlukan istirahat sejenak.” Ia pun menjawab, “Berbahagialah ibu. Ibu telah berhasil menghadapi ujian Allah swt. berupa kenikmatan-kenikmatan itu. Namun, saya khawatir saya tidak dapat menghadapinya sebagaimana sikap ibu. Terima kasih atas kebaikan ibu. Biarlah saya naik kendaraan umum saja.” View full article »

Wahai Saudaraku yang dikasihi Allah.

Perjalanan dakwah yang kita lalui ini bukanlah perjalanan yang banyak ditaburi kegemerlapan dan kesenangan. Ia merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan dan rintangan berat.

Telah banyak sejarah orang-orang terdahulu sebelum kita yang merasakan manis getirnya perjalanan dakwah ini. Ada yang disiksa, ada pula yang harus berpisah kaum kerabatnya. Ada pula yang diusir dari kampung halamannya. Dan sederetan kisah perjuangan lainnya yang telah mengukir bukti dari pengorbanannya dalam jalan dakwah ini. Mereka telah merasakan dan sekaligus membuktikan cinta dan kesetiaan terhadap dakwah.

Cobalah kita tengok kisah Dzatur Riqa’ yang dialami sahabat Abu Musa Al Asy’ari dan para sahabat lainnya –semoga Allah swt. meridhai mereka. Mereka telah merasakannya hingga kaki-kaki mereka robek dan kuku tercopot. Namun mereka tetap mengarungi perjalanan itu tanpa mengeluh sedikitpun. Bahkan, mereka malu untuk menceritakannya karena keikhlasan dalam perjuangan ini. Keikhlasan membuat mereka gigih dalam pengorbanan dan menjadi tinta emas sejarah umat dakwah ini. Buat selamanya.

Pengorbanan yang telah mereka berikan dalam perjalanan dakwah ini menjadi suri teladan bagi kita sekalian. Karena kontribusi yang telah mereka sumbangkan untuk dakwah ini tumbuh bersemi. Dan, kita pun dapat memanen hasilnya dengan gemilang. Kawasan Islam telah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Umat Islam telah mengalami populasi dalam jumlah besar. Semua itu karunia yang Allah swt. berikan melalui kesungguhan dan kesetiaan para pendahulu dakwah ini. Semoga Allah meridhai mereka. View full article »

Pejuang Peradaban….

Membangun peradaban itu tidak membutuhkan pejuang-pejuang yang cengeng…
yang mengeluh saat hambatan tersentuh..
Membangun peradaban itu tidak membutuhkan mental-mental pecundang…
yang terpental saat kejumudan menghadang…
Membangun peradaban itu sulit…
Tidak ada kesempatan yang berfikiran sempit..
Membangun peradaban itu panjang…
Hanya untuk para pejuang…

Membangun peradaban itu membutuhkan PERJUANGAN…………
Membangun peradaban itu membutuhkan KEIKHLASAN….
Membangun peradaban itu membutuhkan KEFAHAMAN…

Membutuhkan pejuang-pejuang yang…
Selalu bergerak sampai kelelahan lelah mengikuti geraknya..
Selalu berjuang sampai sampai kebosanan bosan bersamanya..
Selalu berinovatif sampai kejumudan jumud dengannya..

Selalu ceria karena yakin Allah selalu memberikan pertolongan padanya..
Selalu tersenyum bahkan saat yang lainnya merasa pahit..
Selalu menerima nasehat ketika merasa dirinya sedang tersesat..

Bergeraklah tidak mengenal kata henti sampai Surga di kakimu…

(Jundi4)

Di sebuah tepi danau yang rindang, diiringi suara angin sepoi-sepoi yang menyejukkan, seorang guru bertanya kepada murid kesangannya.
“ Muridku, liahatlah air danau itu.. bayangkan air itu di taruh dalam sebuah gelas dan sebuah ember besar. Ketika kau mengangkatnya berat yang mana antara gelas dan ember berisi air dananu itu..?”
“ Tentu berat ember yang berisi air, guruku..” jawab sang murid.
“ Tidak muridku, belum tentu ember yang berisi air itu lebih berat daripada sebuah gelas yang berisi air tergantung bagaimana kau mengangkatnya. Sebuah gelas berisi air itu akan terasa sangat berat ketika kau memegangnya terus menerus tanpa sesekali kau meletakannya sebentar untuk merelaksasikan otot tanganmu barang sebentar. Dan ember berisi air itu akan terasa sangat ringan ketika kau mengangkatnya bersama kawan-kawanmu. Apakah kau mengerti pelajaran yang kau dapat hari ini muridku ..? ”
Dan sang muridpun merenung….
—————————————————————————————————————————–
Kawan, begitupun sebuah amanah. Amanah sekecil apapun ketika kita terus menerus memegangnya tanpa memberi kesempatan bagi otak kita, tubuh kita, jiwa kita untuk beristirahat sejenak maka masalah itu akan terasa semakin berat.

Kawan, mungkin saat ini kita merasa jenuh, lelah dengan “gelas” yang terus menerus berada di tangan kita. Mungkin selama ini kita tidak pernah menurunkan lengan ini barang sejenak, sehingga “gelas” itu terasa semakin berat, sehingga kita semakin tidak tahan untuk membawanya dan akhirnya membuangnya untuk selamanya. Ada saatnya ketika dalam perjalanan, kita menetukan titik-titik pemberhentian untuk sekedar mengurangi kehausan, beristirahat, dan mengisi air minum untuk perjalanan berikutnya. Ketika kita membawa beban amanah, tidak melihat besar atau kecil amanah itu, maka ada kalanya bagi kita untuk beristirahat sejenak untuk sekedar mengevaluasi, merenung, mengistirahatkan fikiran kita sejenak, dan merecharge kembali semangat kita, ruhiyah kita, agar perjalanan kita selanjutnya akan kembali kita lalui dengan bekal yang cukup.

Ketahuilah istirahat itu bukan melepaskan amanah kawan, bukan… “Gelas” itu masih menjadi tanggung jawab kita untuk senantiasa kita bawa sampai titik akhir tujuannya, tetapi istirahat adalah momen untuk menurunkan sejenak lengan, bernafas, dan mengangkat kembali gelas itu. Istirahat adalah momen memberikan semangat kembali, mengisi ruhiyah kita sehingga hambatan-hambatan di perjalanan berikutnya akan terlalui dengan mudah. Istirahat adalah momen untuk merencanakan kembali perjalanan kita berikutnya, sehingga perjalanan berikutnya akan terasa mudah dan terencana.

Ketahuilah kawanku, bahwa sebenarnya istirahat itu juga merupakan titik kritis bagi kita. Apakah akan meneruskan perjalanan berikutnya dengan konsekuensi akan menumui hambatan-hambatan yang harus kita selesaikan, atau memutuskan sebagai titik akhir perjalanan kita, padahal sebenarnya titik akhir itu masih panjang. Maka isilah istirahat itu dengan keyakinan bahwa kita harus meneruskan perjalanan ini, bahwa kita harus masih mengangkat ‘gelas’ ini. Jangan sampai kita terbuai dengan kenyamanan sehingga menjadi malas ketika kita harus bergerak kembali. View full article »